Catatan Lampu Merah

Saya ingat ini kedua kalinya saya melihat sang Ibu, pembawa gerobak dengan seorang bayi mungil dalam gendongannya. Masih di sekitar lokasi yang sama, kala itu saya berniat memberikan lembaran rupiah yang mungkin tidak seberapa. Saya berusaha merogoh uang di dalam tas untuk kemudian membuka jendela mobil. Sang Ibu ternyata berjalan begitu cepat seolah tanpa membawa beban yang berarti, padahal gerobaknya penuh dengan barang yang jika dijual pun mungkin belum tentu cukup untuk membeli sekaleng susu bagi sang bayi. Mobil saya kemudian melaju dengan arah yang berbeda dengan sang Ibu, saya hanya bisa memandanginya melalui sudut mata sembari mengucapkan doa. Ah, memang sebatas itu yang dapat saya lakukan, selemah-lemahnya iman.

Kali ini saya berusaha kembali merogoh tas, namun kecepatan para pengemudi motor itu mengalahkan kecepatan tangan saya. Roda-roda motor menggeliat di sekeliling gerobak sang Ibu. Sang Ibu terlihat tak nyaman namun tetap berusaha tenang memegang gerobaknya, sebuah keberanian yang harus beliau genapi di setiap harinya. Saya termenung dan kembali hanya bisa berdoa dari balik kaca jendela. Sedih dan lemah, saya kembali tak mampu memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar doa.

Selang beberapa detik saja, saya melihat ada gerakan berbeda dari pengendara motor yang berhenti tepat di samping sang Ibu. Saya berpikir, oh mungkin beliau mencari ponselnya di dalam jaket. Seketika itu pula beliau mencolek pundak sang Ibu dan memberikan lembaran rupiah yang beliau rogoh dari saku jaketnya. Sang Ibu tersenyum sembari mengucapkan terima kasih.

Saya diam bergeming, hanya mampu merinding menyaksikan kejadian di lampu merah yang kurang dari 30 detik itu. Lihatlah bagaimana Allah memudahkan apa yang ingin kau lakukan, diwakilkan oleh orang lain yang Ia kehendaki. Yakinlah bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Dan setiap doa hamba-Nya akan selalu didengar oleh-Nya, diijabah dalam waktu singkat atau lambat, dalam bentuk yang seutuhnya atau yang semestinya.

Saya melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menggendong tas yang beratnya bahkan tak lebih dari berat bayi mungil itu.

Masihkah ada yang harus kau keluhkan?
Masihkah ada hal yang kau lupa untuk syukuri?
Masihkah teringat segala nikmat yang Allah berikan sejak kau lahir ke dunia hingga saat ini masih dapat menghirup nafas yang sama?

Sebuah catatan yang ditulis dalam tangisan pilu penuh rasa malu.

Jakarta, 19 Maret 2015

~Inay – at Traffic Light Mampang – Kuningan

View on Path

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *