Macan TBB

image

Suatu pagi di sela-sela pepohonan.

Ditemani suara gemericik pertemuan ban motor dan genangan.

Bersama semerbak harum karet dan udara pagi yang bergantian.

Loncatan pikiran beserta ketakutan akan masa depan mengiringi setiap perjalanan.

Bertahun-tahun ke depan akankah tetap bertahan perjuangan demi perjuangan?

Hampir genap lima tahun, tongkat kehormatan telah di-estafet-kan.

Setelah ribuan derai tangis dan jutaan gelak tawa, hari ini pun hadir sebagai sebuah jawaban dari kegelisahan.

Bentuk nyata dari bayangan semu cita-cita mulia bersama perlahan bermunculan.

Untuk semua keluarga besar Macan TBB.

Kita memang tak punya laut ataupun gunung, tapi bersyukurlah bahwa kita menemukan keluarga baru yang jauh lebih indah daripada pemandangan.

Semoga auman kita semakin bermanfaat bagi dunia dan tak hanya menjadi kenangan. 💘💘💘

#5TahunMacanTBB
#baper
#nangisdipojokan

Rasa Tanpa Definisi

Jatuh cinta itu biasa saja.
Iya, kata Efek Rumah Kaca.

Mungkin cukuplah kau sebut itu sebuah rasa yang belum terdefinisi. Tak usahlah terburu-buru menyatakan bahwa itu cinta.
Perlahan rasa akan menemukan definisinya sendiri. Dia akan menguat jika memang ia cikal bakal dari cinta. Jika tidak, ah sudahlah, mungkin itu tak lebih dari hasrat sesaat.

Hatiku masih perlu belajar untuk mengenali rasa yang singgah, sekejap atau pun lama. Langkah demi langkah menentukan ia akan kemana dan menjadi apa. Biarlah ia menjelma sebagai apa yang seharusnya, tanpa perlu ada paksa atau dusta.

Rasa yang abadi akan menemukan jalannya sendiri. Termasuk juga rasa yang sudah pergi, apakah dia akan menemukan jalan untuk kembali? Kita takkan pernah tahu apa yang akan terjadi.

Satu yang pasti kita perlu menikmati setiap momen yang terjadi, dalam senyuman dan kebahagiaan yang hakiki.

Sajak Dua Tepian

image

Aku berdiri di antara batas dua tepian.
Masa lalu dan masa depan.

Aku termenung di antara batas dua tepian.
Harapan dan kenyataan.

Aku menghela di antara batas dua tepian.
Impian dan kenangan.

Aku menerawang di antara batas dua tepian.
Ketenangan dan kegundahan.

Aku terusik di antara batas dua tepian.
Pertanyaan dan jawaban.

Aku terpaku di antara batas dua tepian.
Keikhlasan dan kedengkian.

Aku mematung di antara batas dua tepian.
Keraguan dan keniscayaan.

Aku tersenyum di antara batas dua tepian.
Doa dan ampunan.

Sang Pemilik Hati

Mata saya terpejam, tapi kepala saya berputar. Tubuh saya terdiam, tapi hati saya bergetar.
Malam ini seharusnya tak ada beda, namun kecambuk di otak tak bisa kompromi, menggugah kesadaran jiwa yang tak berseri.

Hati saya sudah disiapkan untuk menyambut hari biasa tapi berasa ini. Tentunya oleh Sang Pemilik, hati ini dilatih bergoncang dan berbalik ke segala arah.

Dan inilah saat latihan itu usai, ujian baru saja dimulai. Degup tak menentu mengiringi hati yang tanpa beban menggelinding jauh. Ah lihatlah bagaimana Sang Pemilik hati berhasil membuatnya kuat berlapis baja, sarat berbalut emas, bahkan padat bertahtakan mutiara.

Hati, engkau kini berhasil perlahan menggelinding tanpa cidera. Lihatlah bagaimana dirimu mampu menahan curahan di pelupuk kedua mata.

Oh, tetaplah berlatih tanpa berhenti wahai sang hati. Aku yakin Sang Pemilik takkan bosan menjaga teguhnya sampai waktu yang tak bertepi.

Takut dan Lupa : Sebuah Kausal

Saya menulis ini di dalam sebuah taksi burung biru. Perjalanan dari satu gedung ke gedung lain yang semakin biasa saya jalani dari hari ke hari. Bapak driver bilang belum ada informasi kenaikan tarif, sejauh ini biaya BBM masih disubsidi oleh perusahaan. Kalau tidak disubsidi, mungkin uang hanya habis untuk beli bensin, pulang ke rumah dengan tangan kosong. Manusia memang tak lepas dari rasa takut. Takut jika BBM naik kemudian penghasilan yang didapat tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun manusia juga tak lepas dari sifat lupa. Iya, manusia lupa bahwa rezeki ditentukan oleh Allah, bukan oleh pemerintah yang menaikkan harga BBM.

Visa ke Surga
Visa ke Surga

Di pinggir jalan saya tertarik melihat baligo besar bergambar tangan memegang sebuah benda bertuliskan VISA. Judulnya Visa ke Surga. Menarik melihat bagaimana sebuah izin mendatangi surga masih perlu dibuatkan iklannya, sedangkan izin kunjungan ke negara lain begitu laris manis tanpa perlu polesan advertorial yang berarti. Jikalau benar ada visa ke surga, sesungguhnya proses pengajuan visa dilakukan sepanjang usia kita di dunia. Pada akhirnya proses pengajuan, tentunya hanya Allah, yang berhak memberikan approval visa tersebut. Saya tersenyum sendiri membayangkan analogi yang terbangun di tengah kemacetan Ibukota ini.

Ya ini lagi-lagi tentang 2 hal yang sangat lekat dengan manusia, takut dan lupa. Lupa dan takut ini sebenarnya 2 hal yang saling terkait dengan hubungan kausal sebab akibat. Manusia takut karena ia lupa, vice versa. Manusia sering lupa apa tujuannya ia diciptakan. Lupa bagaimana ia kemudian dihidupkan. Dan lupa detak jantungnya suatu waktu akan dihentikan.

Ah, sesungguhnya tulisan ini niscaya menjadi sebuah refleksi tahunan di hari ke 19 bulan ke 11. Usia yang tak lagi muda mulai saya jejaki, 27 tahun. Jadi apakah kematangan usia bisa menentukan kekuatan manusia dalam melawan takut dan lupa?