Rapel

Ternyata saya sudah lama sekali tidak menulis, yang artinya sudah lama juga saya tidak punya waktu untuk berdialog dengan diri saya sendiri. Ternyata tanpa disadari, inilah salah satu cara mengenal diri kita lebih dalam, ya betul, menulis. Tahun yang baru bukan berarti segalanya baru, buktinya saya masih begini saja, masih tetap pemalas dan penunda banyak hal. Saya sibuk dengan segala urusan yang menyenangkan dan seringkali melupakan urusan yang mungkin kurang menyenangkan tapi seharusnya menjadi prioritas utama. Baru itu bisa berarti berganti atau berubah dari yang lama. Entah mengapa berubah itu sulit. Saya tetap saja cengeng dan tidak dewasa di usia saya yang ke 21. Ya, bisa dibilang ini sebuah rapel, gabungan renungan ulang tahun dan tahun baru, ah, lihatlah betapa pemalasnya saya.

Adik saya sekarang sudah kelas 1 SMP, sudah beranjak menjadi ABG, saya sering tersenyum memperhatikan kelakuannya karena saya tahu, saya pernah seperti itu. Adik saya beranjak besar begitu pula saya, namun saya beranjak tua dan berharap beranjak dewasa. Sekarang adalah tahun ke-4 saya kuliah, seharusnya inilah tahun terakhir saya kuliah, entah itu sampai Juli atau Oktober. Ya, harapan orang tua saya cukup besar tentang kelulusan saya yang semoga memang bisa tahun ini. Teteh saya, setelah lulus apoteker, dia sudah mulai sibuk bekerja dan menghasilkan uang sendiri tentunya. Semuanya berjalan apa-adanya dan tanpa terasa sebentar lagi tiba waktunya untuk saya mengalami hal yang sama dengan teteh. Lulus, wisuda, kerja.

Teman-teman SMA yang kemarin berkumpul sekedar untuk berbagi perkembangan cerita, kehidupan, dan nostalgia, ya, kami semua sudah besar, tumbuh menjadi manusia yang seutuhnya. Ada yang sebentar lagi mau ko-as, ada yang sama-sama mau lulus tahun ini juga, semuanya memang berbeda, berubah. Agenda reuni SD minggu depan juga membuat saya berpikir kembali ke belakang, mengenang segala yang telah saya lalui. Melihat wajah-wajah itu, yang dulu polos dan tanpa beban penuh keceriaan, hey, kita dulu pernah muda. Saya menjadi seperti sekarang ini setelah melalui semuanya bersama kalian, keluarga, teman, guru, pedagang di sekolah, tukang becak yang mengantar saya setiap pagi ke TK, supir angkot, supir bis, pengamen jalanan, bahkan copet yang menjadi “teman” setia perjalanan panjang Bandung-Padalarang (PP), semua memberikan warna dalam kehidupan saya. Setiap waktu saya belajar, setiap kehidupan mempunyai keunikan tersendiri, setiap jiwa merupakan primary key, yang tidak akan pernah sama, dan saya bahagia dengan apa yang saya miliki, lalui, hadapi, dan jalani. Saya bersyukur atas jalan hidup yang telah dipilihkan Allah untuk saya, jalan inilah yang membuat saya menjadi seperti saat ini. Saya selalu ingin bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh-Nya, karena memang itulah yang pantas saya dapatkan dan sanggup saya emban.

Terima kasih semua, atas segala kasih sayang, canda tawa, pertengkaran, senyuman, dan perasaan yang mungkin tak terungkapkan.

10 Replies to “Rapel”

  1. ey ginar.. saya sudah membaca dengan mood sangat menghayati, sampai tiba-tiba ilfil pas baca kata2 berikut:
    “…setiap jiwa merupakan primary key…”

    omigod ginarrrr!!!! merusak postingan saja,, hahahhahaha… bagus2 nay 🙂

  2. hohoho.. terima kasih semua.. smoga selalu bisa berubah menjadi lebih baik.. amin..

    bay, emang itu yang paling susah, ngelakuinnya.. huwa huwa..

    ume, itu sengaja, biar agak “lucu” postingannya, hehe

    cong, emg beneran ada tali rapel buat naek gunung? saya mah tahunya rapia, kikikik..

    udah sma mah udah gede to, biarlah dia berkembang, hooo

    ih reisha kan masih ada ujian psiko, hehe..

  3. yup semua hal yang melintas di kehidupan kita emang ngasih warna tersendiri buat kita yang menjadikan kita unik…
    hwaaa nay, theme-nya sama ya? hehehe

Leave a Reply to inay Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *