Belajar Kecewa

Saya teringat akan satu pertanyaan yang diajukan ketika saya mengikuti wawancara seleksi beasiswa LPDP. Pertanyaan singkat dari salah seorang pewawancara yang berasal dari Psikologi Universitas Indonesia.

Coba ceritakan tentang kekecewaan yang pernah kamu alami.

Jujur saya termenung cukup lama. Dalam hati saya jumawa, ah saya kan tidak pernah kecewa, saya selalu belajar mensyukuri apa yang terjadi dan mengambil hikmah dari setiap kejadian yang menimpa. Saya memutar otak kembali, tapi saya perlu jawaban untuk pertanyaan ini. Pikiran saya yang tadi bukanlah jawaban yang akan memuaskan beliau, saya yakin beliau akan menggali lagi terus hingga mendapatkan jawaban yang diinginkan. Kemudian saya putuskan untuk menceritakan kegagalan saya dalam seleksi beasiswa LPDP sebelumnya.

 

Iya, saya sempat gagal dalam seleksi administrasi LPDP batch 1 tahun 2015.  Kegagalan yang membuat saya tidak dapat berangkat kuliah ke Manchester di September 2015. Di tengah penjelasan panjang, saya ternyata beberapa kali menarik napas yang cukup berat. Perlahan menyelami runtuhnya rencana masa depan saya kala itu. Saya yang sudah telanjur ingin pergi dan meninggalkan rutinitas di kantor, bahkan sempat berpikir untuk mengundurkan diri lebih awal meskipun belum mengantongi beasiswa. Namun saya berusaha berpikir dengan jernih di tengah kepingan mimpi yang berserakan.

 

Singkat cerita, akhirnya saya memutuskan untuk tetap bekerja sembari berusaha menyusun rencana baru untuk masa depan. Atau mungkin sebenarnya alasan saya tetap bekerja sesederhana saya masih perlu uang untuk bertahan hidup. Bertahan hidup di ibukota, tempat dimana mimpi saya mulai dibangun. Namun sisi positifnya adalah di tahun itu akhirnya saya bisa merasakan hidup nyaman di tempat tinggal yang saya miliki dari tetes keringat saya sendiri. Iya, inilah alasan terbesar saya masih perlu uang.

 

Dari kegagalan itu, saya perlahan menyusun strategi untuk kembali melanjutkan mimpi. Tidak pernah terbersit di pikiran saya untuk mengubur mimpi-mimpi itu, saya biarkan mereka tetap hidup mengganggu kenyamanan diri. Selepas bercerita tentang kisah kekecewaan tersebut, saya pun berpikir. Ah iya, saya sebenarnya pernah kecewa namun saya ternyata bisa melewatinya dan menghapus kata kecewa itu dalam kosakata hidup saya.

 

Dan hari ini saya seperti tertampar kembali, inilah sebuah perasaan yang sempat kau lupakan geliatnya. Kecewa ternyata hadir menyapa.

Jangan berharap kepada manusia karena niscaya kamu akan kecewa.

Sejak membaca kalimat tersebut untuk pertama kalinya, saya selalu berusaha berharap hanya kepada Ia Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dalam perjalanan ini kemudian saya mengerti bahwa berharap lalu kecewa itu bagian dari fitrah. Dari sekian banyak siklus harap dan kecewa yang pernah saya lalui, saya belajar. Saya belajar untuk kecewa dan menghadapinya. Saya belajar membuka mata saya untuk mengakui bahwa saya sesungguhnya memang kecewa. Saya bukan manusia super yang sepantasnya jumawa dengan tidak pernah kecewa.

 

Menjadi kuat bukan berarti tidak boleh menangis.

Menghadapi kekecewaan bukan berarti tidak boleh bersedih.

Saya belajar menikmati setiap rasa yang tercipta.

Saya belajar menyelami setiap fase yang mendera.

 

Iya, saya belajar kecewa.

 

 

Coventry, 12 April 2017

 

 

GNiwanputri

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *